Hari Ke-8 : Jeonju Hanok Village - Gamcheon Culture Village - Jagalchi Market - Songdo Haesupia

Assalamualaikum~

Hari ke-8 di Korea. Hari ini seperti biasanya kita bangun pagi. Kali ini karena kita harus mengejar bis kita yang akan bertolak ke Jeonju jam 8 pagi. Jadi ceritanya kita ikut tur gratis. Saya kalau tidak salah dapat info dari grup di facebook yang saya ikuti, namanya Backpacker Dunia tentang free shuttle bus ini.

Akhirnya saya coba apply. Lumayan kan bisa eksplor kota lain di Korea secara gratis. Jadi ada 2 pilihan. Kita mau ikut turnya PP (Seoul-Jeonju-Seoul) atau cuma one way  saja. Karena tujuan kita selanjutnya adalah Busan, jadi kita ambil tur yang one way. Sempet takut nggak kebagian seat, soalnya konfirmasinya lumayan lama. Belum lagi saya cek status yang apply buat free shuttle bus ini juga lumayan banyak dan melebihi jumlah kursi yang disediakan. Tapi Alhamdulillah akhirnya saya dapat konfirmasi kalo kebagian seat. Applynya melalui web ini

Satu tiket bisa digunakan untuk 2 orang
Seperti yang tertera di web, kami diminta kumpul di tempat parkir Donghwa Duty Free Shop Gwanghwamun jam 8. Kita udah sampe di Gwanghwamun Square jam setengah 8, tapi kita nggak ngerti tempat parkirnya dimana. Kita nanya ke polisi yang jaga di Gwanghwamun Square tapi mereka juga nggak ngerti.

Akhirnya kita coba nanya polisi yang lain dan akhirnya ada juga yang ngerti. Sampe lari-larian nggak jelas karena kita takut ketinggalan bis. Mengikuti petunjuk pak polisi tadi ketemu juga tempat parkirnya. Dan benar saja tinggal kita yang belum naik. Alhasil cuma tersisa tempat kosong di belakang sendiri, tempat yang paling nggak pewe di bis >.<

Oh iya, sampai sekarang saya masih dapat notifikasi email dari Shuttle Center. Daaaan... banyak sekali penawaran shuttle bus yang bikin ngiler. Sekarang informasi lokasi keberangkatan juga diperjelas nggak cuma ditulis "parkir Donghwa Duty Free Shop Gwanghwamun". Ada informasi tambahan lokasinya berada di exit 6 Gwanghwamun Station. Lebih jelas petunjuknya dan Insya Allah nggak bakal kesulitan nyarinya kayak saya waktu itu :D

Info tur terbaru yang saya dapat dari email
Seperti ketika naik bis dari Busan ke Seoul, bis dari Seoul ke Jeonju ini juga berhenti di rest area. Saya cuma ke kamar mandi sebentar terus beli 2 camilan. Yang satu semacam krupuk yang terbuat dari daging ikan. Bentuknya panjang-panjang gitu kayak cheesestick. Harga dan fotonya lupa nggak saya ambil. Rasanya gurih-manis enak, tapi agak nyeret di tenggorokan. Sensasinya kayak makan krupuk rambak, nyeret tapi bikin nagih. Wkwkwkw. 

Yang kedua, saya beli kue yang adonannya mirip kue bentuk anak ayam yang saya beli sepulang dari everland. Isiannya terbuat dari kacang walnut. Rasanya enak kok dan cukup mengenyangkan. Saya beli kue ini karena penasaran rasanya kacang walnut kayak apa #ndeso.
2000 won aja tapi lumayan mengenyangkan
Perjalanan dari Seoul ke Jeonju memakan waktu 3 jam. Jam 11an KST kita sampai di Jeonju. Kotanya bener-bener sepi. Mau tiduran di jalan juga nggak akan ketabrak saking jarangnya kendaraan lewat #lebaaaay. Dari tempat berhentinya bis, kita dipandu sama guidenya menuju Jeonju Hanok Village dengan jalan kaki. Sebenarnya nggak terlalu jauh jalannya, tapi mengingat barang bawaan kita yang berat banget jadinya kerasa jauh. Bukan cuma kita yang bawa barang kayak orang mau minggat, ada juga anggota rombongan yang bawa koper :D
Memasuki Jeonju Hanok Village
Ketika memasuki Jeonju Hanok Village, kita akan ketemu sebuah bangunan (gambar di atas). Pas saya lewat ada warga yang lagi kumpul-kumpul gitu, ngobrol-ngobrol. Kayaknya seru banget. Sepertinya tempat itu memang untuk kumpul-kumpul warga di sana (sok tahu).

Saya dan teman saya memutuskan untuk misah dari rombongan. Boleh kok nggak masalah. Tadi malah ada anggota rombongan yang begitu bis berhenti langsung dijemput mobil. Sebelum misah dengan rombongan, kami nanya ke guidenya kalau mau ke terminal arahnya kemana dan bisa nggak ditempuh dengan jalan kaki. Ternyata jarak dari sini ke terminal lumayan jauh dan nggak memungkinkan kalau mau jalan kaki. Okelah dipikir nanti aja, yang penting sekarang jalan-jalan dulu.
Suasana Jeonju Hanok Village
Rumah-rumah tradisional di Jeonju, terlihat jalanan menuju Jeonju Hanok Village yang sepi

Penampakan rumah tradisional Korea di Jeonju dari dekat, bonus Ahjumma yang lagi olahraga
Karena Jeonju terkenal dengan bibimbapnya, makanya saya pengen nyoba. Masuklah saya di sebuah restoran. Pertamanya disambut dengan ramah sama pemiliknya. Si ahjummanya nanya pesen 2 porsi? Saya bilang 1 porsi saja. Ngerti nggak dijawab apa? Sorry, I'm busy. Wkwkwkwkw.... Langsung tepok jidat. Saya lupa kalau di Korea kalau yang masuk 2 orang, ya harus pesen 2 porsi nggak boleh seporsi aja. Tapi masalahnya yang makan cuman saya, temen saya nggak doyan. Saya langsung bete bin illfeel. Perut ini mendadak kenyang, nggak pengen makan bibimbap Jeonju lagi :P (ngambek mode: ON).

Akhirnya kita memutuskan untuk eksplor di sekitar Hanok Village kemudian memutuskan untuk cuss dari kota Jeonju.  Udah gitu aja di Jeonju? Ho oh. Kita punya banyak pertimbangan untuk menyudahi perjalanan kita. Kita lihat-lihat peta wisata kota Jeonju yang kita dapat dari guide tadi. Jarak Jeonju Hanok Village dengan objek wisata lainnya lumayan jauh. Bisa gempor kalau jalan kaki. Jadi mau nggak mau mesti naik kendaraan. Nah transportasi umum di sana kurang memadai. Nggak ada bis dan taksipun jarang. Belum lagi itinerary kita di Busan juga padat merayap. Rencana kita kalau bisa  sampai di Busan nggak terlalu sore sehingga bisa mengunjungi beberapa objek wisata sekaligus.

Ya sudahlah, bye-bye Jeonju. Seneng bisa mampir di sana biar cuma sebentar, gratis lagi :D. Kitapun putar balik, menuju ke arah tempat yang kata saya ada warga pada ngumpul itu lho. Tapi di perjalanan ke sana, kita lihat ada Ahjumma yang jalan ke bawah menuju sungai. Karena penasaran, kita intip. Ternyata di sana ada jalan pintas menuju jalan raya. Akhirnya kita ikut-ikutan ambil jalan itu. Lumayan bisa ngirit tenaga, karena perjalanan kita masih jauh.
Main di Sungai, di dekat Jeonju Hanok Village. Bonus coat murah yang beli di Underground mall kemarin
Sampai di tepi jalan raya kita berdua langsung krik-krik. Nggak ada taksi lewat sama sekali, yang ada cuma mobil pribadi. Kita nunggu sampai 15 menitan lebih nggak ada taksi yang lewat sama sekali. Dari kejauhan kita lihat ada ABG cowok jalan nyeberang jalan ke arah kita. Langsung deh kita godain cegat dan kita interogasi. Ternyata dia bisa bahasa Inggris !! Adek luar biasa, jadi terharu. Ternyata benar, di sini nggak ada bis. Satu-satunya cara kalau mau ke terminal ya naik taksi. Ya udahlah akhirnya kita mau nggak nunggu taksi lewat. Moga aja ada yang lewat.

Setelah menunggu beberapa saat, lewatlah taksi wuusss.... tapi sayang udah ada penumpangnya. Wkwkkw.... Akhirnya ngemper lagi, berharap ada taksi lewat lagi. Setelah penantian panjang, akhirnya ada taksi lewat lagi dan KOSONG! Kayaknya ini taksi yang tadi deh. Dia putar balik setelah nganterin penumpang sebelumnya (sok tahu lagi). Pertama buka pintu taksi.....langsung agak keder lihat penampakan supir taksinya. Badannya besar, pake kacamata item terus nggak pakai seragam supir taksi. Jangan-jangan ini taksi abal-abal. Gimana kalau nanti kita dirampok? Bermodalkan bismillah akhirnya kita naik taksi itu.

Begitu taksi jalan, Ahjusshi itu nanya kita mau kemana seperti sopir taksi pada umumnya. Kita bilang kalau mau ke terminal soalnya mau ke Busan. Di sepanjang jalan, Ahjusshinya ngajak ngobrol terus tapi saya udah nggak nyambung beliau ngomongin apa. Saya terlalu sibuk berdoa supaya dijauhkan dari marabahaya (lebaaaay). Mana Ahjusshinya sambil ngunyah permen karet, udah kayak preman beneran. Satu lagi yang bikin khawatir, mahal nggak ongkos taksinya.

Alhamdulillah kita sampai terminal dengan selamat tanpa ada lecet-lecet ataupun duit raib secara paksa. Maapkan saya yang udah berprasangka buruk ya, pak. Ongkosnya saya lupa-lupa ingat. Kalau nggak salah inget sekitar 4000-6000 won. Termasuk murah bangetkan (daripada jalan kaki).

Sampai di terminal kami langsung beli tiket menuju Busan. Kirain kalau dari Jeonju ke Busan tiketnya bakal lebih murah. Ternyata hampir sama aja kayak pas dari Busan ke Seoul. Hehehehe.
Tiket Jeonju - Seoul, 23.700 won
Bis yang kami tumpangi akhirnya sampai di terminal di Busan. Saya sempet bingung kami ini turun di terminal mana. Akhirnya saya nanya sama orang yang saya temui di terminal. Ternyata ini adalah terminal Nopo, Busan. Namanya kayak bahasa Jawa ya... wkwkwk (Nopo = Apa). Terminal ini sudah terintegrasi dengan subway station jadi tinggal mengikuti petunjuk arah yang tersedia saja kalau mau naik subway.  Oh iya, T-money yang kita beli di Seoul ini bisa kok digunakan di Busan juga.

 Gamcheon Culture Village

Sebelum berjalan ke stasiun subway, seperti biasa saya cek hape untuk melihat rute yang harus saya tempuh. Selama di Korea saya menggunakan aplikasi android bernama Jihacheol / Subway. Aplikasi ini bisa digunakan tanpa menggunakan koneksi internet (offline). Nah begitu saya buka aplikasi dan pilih peta subway nya menjadi Busan, tiba-tiba ada notifikasi kalau saya harus update peta subway terbaru. Kalau nggak update aplikasinya nggak bisa diakses. Duh kok maksa banget >.<. Untung di sana nemu wifi. Langsung saya update aplikasi saya. Buat yang memakai aplikasi ini, pastikan sudah diupdate yang terbaru.
Foto peta Gamcheon Culture Village di depan Halte
Kenapa petunjuk arah ke Gamcheon Culture Village nggak saya share? Karena tempatnya nggak ketemu TT_TT. Udah nyasar nggak karu-karuan pula. Dan ketika kita sudah berada dijalur yang benar, kita udah nggak kuat naik. Capek kesasar. Sempat istirahat sebentar, makan tteokpoki buat ngisi tenaga sebelum melanjutkan perjalanan. Tapi tetep aja loyo, udah bener-bener kecapekan. Hahahaha.

Akhirnya kita duduk-duduk di halte sambil merenung. Ada kakek-kakek yang duduk di samping kita sambil merhati'in kita. Saya cuma senyum aja sambil buka gulungan perkamen itinerary kita. Baru mau baca, tiba-tiba kakek itu bilang Jagalchi. Wooo sakti banget kakek ini kok tau kita mau ke Jagalchi. Beliau menunjuk ke halte di seberang kita sambil terus bilang Jagalchi. Ternyata kalau mau ke Jagalchi naik bis dari halte yang ada di seberang sana. Setelah capeknya berkurang, kita langsung melanjutkan perjalanan kita ke Jagalchi Market.

Jagalchi Market
Petunjuk Arah :
Saya lupa bis yang saya naiki saat itu nomor berapa. Jadi saya lampirkan itinerary yang ada di catatan kami dengan menggunakan subway. Naik subway turun di stasiun Jagalchi (Busan Subway line 1), exit 10. Belok kanan ke jalan Jagalchi 3 (sam)-gil. Jalan sekitar 5 menit kemudian belok kiri

Waktu di depan halte, kebetulan ada mbak-mbak yang mau ke Jagalchi market juga. Jadi kita manut aja sama mbaknya ntar turun dimana. Sampai di Jagalchi Market, matahari udah mau tenggelam. Tujuan utama kita ke Jagalchi adalah untuk makan seafood. Jagalchi Market ini merupakan pasar ikan, surganya makanan buat kita yang gak bisa makan daging-dagingan. Setelah lihat-lihat, kita memutuskan untuk masuk di salah satu kedai yang menyajikan udang goreng tepung alias sewoo twigim.

Begitu masuk kita langsung disambut dengan 3 Ahjumma yang ramah. Sebelum mereka menawarkan kita makanan yang aneh-aneh, saya bilang ddak, gogi anmokgo / saya tidak makan ayam dan daging. Pertamanya mereka terdiam sebelum akhirnya mengangguk ngerti sambil bilang Aaaaa kayak ekspresi yang biasa kita lihat di drama-drama korea. Wkwkwkw. Mereka mengangguk-angguk sambil megang kepala mereka. Maksudnya mereka megang kepala kita itu ngomongin hijab kita dan mereka paham kita orang islam yang nggak mau sembarangan makan daging.

Mereka menawarkan ikan dan udang. Kitapun pesan udang goreng seporsi. Untuk ikannya, Ahjummanya nawarin dimasak kuah pedas gitu. Saya langsung ngelirik ke temen saya. Saya nggak doyan pedes tapi dia doyan banget. Daripada saya gak bisa makan ikannya, akhirnya dengan licik saya putuskan sepihak. Saya bilang aja saya gak suka makanan pedes *ngikik setan sambil ngelirik temen saya*

Waktu duduk, langsung disediakan handuk basah di meja kita. Kita bingung itu dipakai buat apa. Akhirnya saya pake buat lap-lap tangan. Nggak lama kemudian, Banchan atau side dishes disajikan di meja kami. Kitapun langsung diem kaku ngelihat side dishesnya. 
Side dishes di salah satu kedai di Jagalchi Market, yang pertama kami santap adalah kacang rebus dan ubi Hahaha
Ini nih yang bikin kita membatu, setelah diperbesar
Iiihh.... itu apa sih? Kecoak? Laron? Bukan itu beondaegi atau silworm larva atau larva ulat sutra. Baca namanya aja udah merinding ya. Hihihi. Saya pernah beberapa kali nonton ini disajikan di acara-acara Korea. Dan akhirnya ketika di Busan, saya mengalami juga disuguhi beginian di depan saya. Temen saya langsung berinisiatif untuk nyingkirin beondaegi itu di pinggir meja terus dia tutupi pake kalender yang kebetulan ada di meja. Untungnya kita saat itu dalam keadaan laper banget. Jadi beondaegi itu sama sekali tidak merusak selera makan kita. Wkwkwkwk

Saya ceritakan ke 4 makanan pembuka yang kami coba, tentunya minus beondaegi (karena menurut saya itu bukan makanan). Yang hijau itu semacam sawi hijau tapi dibikin kimchi, rasanya seger kecut dan nggak terlalu pedas; kacang tanah dan ubi rebus, nggak perlu saya ceritain rasanya ya hehehehe; taoge, sepertinya ditumis gitu. Pas dimakan masih kress kress enak; Acorn Jelly. Seperti beondaegi, saya juga sering melihat side dishes ini di tipi-tipi Korea. Rasanya hambar, kalo kata orang jawa anyep. Mungkin itu sebabnya disajikan dengan bumbu merah itu. Nggak lama kemudian menu utamanya datang. Udang goreng tepung dan ikan goreng.

Udang gorengnya enak banget dan seporsi itu isinya banyak banget. Ikannya dapat 2 ekor. Ikannya digoreng biasa tapi bumbunya merasuk diikannya jadi terasa asin+gurih+enak. Luarnya garing, tapi dalamnya lembut banget. Saya nggak ngerti ikannya jenis apa, jadi jangan nanya ya.

Saya pernah baca katanya orang Korea kalau makan ikan nggak pernah dibalik. Ngerti maksudnya nggak? Kalau kita biasanya makan ikan di salah satu sisi, begitu dagingnya habis biasanya ikan kita balik untuk makan daging di sisi satunya... iya bukan? Nah orang Korea nggak melakukan hal itu. Mereka percaya kalau ikannya kita balik, nanti perahu nelayan yang nyari ikan bisa ikut terbalik. Nggak masuk akal ya, saya juga gak percaya kok. Tetapi karena itu sesuatu yang mereka percaya, saya menghargai mereka dengan ikut tidak membalik ikannya. Terus gimana kalau mau makan daging di sisi satunya? Ambil tulang yang di tengah dan voila... kita bisa makan daging di sisi satunya. Hehehe.

Setelah perut mulai terasa agak kenyang, kita baru ingat tadi kita makan nggak sempet nanya harganya berapa per porsi. Berhubung udah laper jadi main pesen aja nggak pake nanya-nanya. Waduh gimana kalau nanti kita dikerjain? Harga makanannya dimahal-mahalin. Ah yaudalah. Kitapun cuma pasrah dan lanjut makan lagi :D

Akhirnya tiba giliran bayar. Ternyata cuma habis 25ribu won, semuanya. Kalau kita itung-itung termasuk murah lah. Udangnya aja segitu banyak, ikannya juga 2 ekor lumayan besar. Baik banget ya orang Korea. Kalau di Indonesia makan nggak pake nanya harganya ya bisa kena 'rampok'. Apalagi kalau yang beli turis dari luar ya, alamat dimahalin harganya.

Ketika keluar dari kedai, langit sudah gelap. Waktu menunjukkan jam 20.30. Kami memutuskan mengakhiri perjalanan mengingat kita melakukan perjalanan jarak jauh hari itu (Seoul-Jeonju-Busan). Kaki ini juga masih pegel gara-gara nyasar nyariin si Gamcheon.

Songdo Haesupia
Petunjuk Arah :
Naik bis nomor 30 atau 26 ke halte Daelim APT (baca: Delim Apate). Songdo Haesupia ada di seberang halte

Di depan Songdo Haesopia
Bis yang kami tumpangi saat itu dalam keadaan sepi jadi nggak ada yang bisa ditanyain Halte Daelim APT itu masih jauh atau sudah dekat. Tidak seperti di Seoul, di Busan petunjuk arah/tempat menggunakan bahasa Inggris nggak banyak. Kebanyakan tulisan menggunakan hangul. Seperti di dalam bis, nama halte diumumkan dengan bahasa Korea dan running textnya juga menggunakan hangul. Jadi kalau kalian berencana ke Busan, nggak ada salahnya belajar sedikit bahasa Korea dan hurufnya.

Akhirnya kita pilih tempat duduk di dekat supir. Saya bilang ke pak supirnya kalau mau turun di Daelim APT. Kalau bilang sama supirnya sendiri kan aman nggak bakal kebablasan :D. Dan benar saja, nggak beberapa lama kita dikasih tahu kalau sudah sampai di Halte tujuan kita.

Tujuan terakhir kita adalah Songdo Haesupia. Hayoo ini tempat apa hayo?? Ini jimjilbang alias sauna :D. Cocok banget kan untuk melepas lelah. Letaknnya dekat pantai Songdo, mungkin itu sebabnya namanya Songdo Haesupia. Tidak seperti jimjilbang yang kita kunjungi di Seoul waktu itu, ini jimjilbangnya lebih besar dan fasilitasnya juga lebih lengkap. Kita langsung ke meja resepsionis bayar 10rb won perorang, dapat pinjaman baju, sandal dan kunci loker.

Tempatnya bersih dan bagus banget. Jimjilbang di Ansan kemarin boro-boro ada liftnya, nah di Songdo Haesopia ini liftnya ada 2. Untuk cowok dan cewek beda. Kira-kira kenapa ya? Setelah buka loker untuk nyimpan sepatu, kita langsung naik lift cewek. Ada beberapa lantai, saya lupa pilihannya apa saja. Pokoknya saya mencet untuk ke saunanya.

Pintu lift terbuka, langsung ketemu banyak loker. Kita langsung masuk ke ruang loker itu untuk mencari nomor loker kita. Begitu saya nengok ke kiri.... jeng jeng.... itu semuanya pada telanjang di loker. Mereka dengan santainya pake make up / lotion dalam keadaan telanjang bulat. Sekarang saya tahu kenapa lift cowok dan cewek dibedakan. Sempet keder juga, soalnya waktu di Ansan yang telanjang bersauna nggak sebanyak ini. Saya cuma lihat-lihatan sama temen saya sebelum akhirnya buka baju juga. Akan saya sertakan foto bagian dalam jimjilbang yang saya kutip dari berbagai sumber.

http://vod.busan.go.kr/photo/416182353.jpg
Bagian dalam sauna. Credit to : http://vod.busan.go.kr

Pertama saya masuk tempat mandi, saya bisa merasakan semua mata tertuju pada kita. Untung saya copot kacamata jadi nggak kelihatan ekspresi mereka waktu ngelihatin kita. Pipi udah panas gara-gara malu, tapi saya belagak cuek aja. Kita langsung ngacir ke tempat mandi.

Gimana tempatnya bagus kan? Yang sebelah kiri atas yang kelihatan orange itu adalah tempat loker yang saya pertama masuk tadi. Di sebelah kanan yang banyak kacanya itu untuk mandi. Jadi sebelum nyemplung ke kolam kita diwajibkan mandi. Seperti yang terlihat, tempat mandinya terbuka lebar. Wkwkwkw. Ada 2 pilihan untuk mandinya, pake shower sambil berdiri atau yang jongkok sambil ngaca. Oh iya di sini nggak disediakan peralatan mandi kecuali ember kecil jadi silahkan bawa sendiri.

Setelah mandi, kita berdua langsung masuk ke kolam. Dari yang dingin, hangat-hangat kuku, sampai yang menurut saya kayak hampir mendidihpun ada. Saking panasnya saya takut rambut saya rontok. Jadi ingat ayam potong yang dicelup air panas buat dibubutin bulunya. Saya lihat ada nenek-anak-cucu lagi asyik duduk di pinggir kolam sambil gosok-gosokan punggung sambil ketawa-ketiwi. Jimjilbang bisa juga dijadikan untuk family time-nya orang-orang Korea selain rekreasi.

Nah pas saya pindah ke kolam yang bulat di tengah, di dalam ada 2 ibu-ibu. Berhubung dekat jadi saya bisa ngelihat ekspresi mereka waktu ngelihatin kita. Saya jadi rada risih. Salah satu dari ibu itu menunjuk rambutnya sendiri diikuti gerakan mengikat. Ealaaah. Kita diminta nguncir rambut. Emang sih rambut saya yang panjang sengaja saya urai biar bisa menutupi apa yang bisa ketutup TT_TT. Akhirnya kita nguncir rambut kita, pasrah. Tapi saya nggak kapok kok ke Jimjilbang. Kalau ada kesempatan ke Korea, saya pasti akan coba Jimjilbang yang lainnya.

Selesai mandi, kita langsung pakai baju yang sudah dipinjamkan. Saya ambil Hp dan uang beberapa lembar sebelum naik ruangan untuk tidur.
http://cfile30.uf.tistory.com/image/220BCA4253B0315A19BB01
Ruangan untuk tidur. Credit to http://cfile30.uf.tistory.com
Seperti yang terlihat, seperti itulah ruang tidurnya :D. Jadi tidurnya ya geletakan sembarangan gitu kayak ikan dijemur. Sebelum tidur, kita nyoba-nyoba berbagai macam fasilitas sauna. Pertama kita masuk di ruangan yang banyak batu-batu kecilnya. Saya lupa suhunya berapa yang jelas 40 ke atas. Temen saya tanpa ragu langsung jalan di atas batu-batu panas itu kemudian tiduran. Emang nggak panas ya? Saya nyoba ngikutin dia, baru selangkah saya udah mundur lagi. Panas banget. Temen saya sakti banget tadi bisa ngelewatin batu-batu ini.

Akhirnya saya cuma ngelihatin di depan pintu. Temen saya bilang rasanya anget-anget enak di punggung kayak dipijitin. Akhirnya saya memberanikan diri, percobaan kedua . Saya coba lagi tapi kali ini kaki saya nggak napak ke batunya langsung. Jadi saya berguling-guling nggak jelas gitu kemudian berhenti setelah menemukan tempat yang pewe. Dan bener kata temen saya, sensasinya batu-batu kecil panas di punggung itu enak banget. Berasa dipijitin. Setelah beberapa menit, kita memutuskan ke ruangan lainnya.

Ruangan yang kedua ini sama panasnya. Bedanya isinya garam, bukan batu. Sensasinya sama, bikin badan rileks. Tapi menurut saya yang garam ini waktu saya injak lebih panas dari yang batu tadi. Akhirnya sayapun kembali berguling-guling nggak jelas.

Puas berkeringat, kita kembali ke ruang tidur sambil mencari titik strategis. Sebenarnya saya mengincar yang di depan jendela. Karena dari jendela sana terlihat pemandangan lampu jembatan Gwanggali / Gwanggali Bridge yang terkenal itu. Sayangnya tempat itu sudah penuh. Di ujung sana ada tempat jual camilan/minuman. Berhubung kita baru aja makan, jadi kita nggak pengen jajan. Oh iya di sana disediakan air minum gratis, jadi jangan takut kehausan.
http://www.bsmeditour.go.kr/tourism/image/77_1.jpg
Pemandangan dari ruangan untuk tidur. Credit to http://www.bsmeditour.go.kr
Tapi saya lagi pengen minum kopi nih. Akhirnya saya ke tempat beli camilan itu. Kopi 1 botol harganya 4000 won. Dan saya melotot waktu disodorin kopinya. Tempatnya gedeee banget kayak botol tupperware yang gede itu. Temen saya ngakak ngelihat botol yang gede itu. Dia gak doyan kopi jadi artinya kopi itu harus saya habisin sendiri kalau nggak mau rugi >.<. Oh iya di deket tempat jual camilan itu ada toilet. Jadi kalau kebelet nggak usah bingung naik turun lift lagi. Selain tempat jual camilan, air minum gratis, ruang sauna, toilet ada juga tempat karaoke.
Ada juga playground buat anak-anak. Jangan salah, bukan hanya ibu-ibu dan orang lanjut usia aja yang ke sauna. Anak kecil juga ada, banyak malah. Di sana juga disediakan beberapa TV. Jadi teringat adegan ibu-ibu ke sauna terus nonton drama dan ini benar-benar terjadi. Ada ibu-ibu yang mbajak TV yang lagi ditonton bapak-bapak buat nonton drama. Kasian tuh ahjussi. Wkwkwkw. Saya nggak ngerti drama apa yang ditonton, nggak pernah tau. Karena sudah mulai ngantuk, akhirnya kita berdua tidur.

Malam-malam saya kebangun gara-gara denger suara anak kecil berisik. Saya lihat jam ternyata udah jam 11 malem. Buset nih bocah-bocah apa nggak ngantuk. Akhirnya lampu dimatikan, entah sama siapa. Mungkin biar anak-anak itu tidur kali ya. Saya lihat spot tidur di dekat jendela yang saya incer tadi, kali aja sudah ada yang kosong. Ternyata bener aja ada yang kosong. Saya ngelirik temen saya yang tidurnya pules banget. Nggak tega mau bangunin akhirnya saya pindah sendiri di dekat jendela. Saya menikmati pemandangan jembatan itu sampai ketiduran.
http://cfile201.uf.daum.net/image/0220703851E06A0E39073F
Pemandangan di malam hari dari ruangan tidur, 잘자 λΆ€μ‚°. Credit to http://cfile201.uf.daum.net
Sekian tulisan saya tentang hari ke-8 ke Korea. Postingan selanjutnya akan membahas tentan Pantai Songdo - Taejongdae - Guesthouse Busan Kyungsung - Yonggungsa Temple - Pantai Haeundae

Komentar

  1. sis, di jimjilbang pake jilbab gimana ya?

    BalasHapus
  2. Hai... waktu disana aku nggak pake. Karena di dalam jimjilbang strict bgt harus pakai pakaian yg mereka sediakan

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer